Biofuel & Sustainable Aviation Fuel (SAF)

Menatap Langit dengan Energi Bersih

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia penerbangan menjadi sorotan utama dalam upaya global mengurangi emisi karbon. Pesawat terbang, yang selama ini menjadi simbol kemajuan teknologi dan mobilitas manusia modern, juga menjadi kontributor signifikan terhadap perubahan iklim. Dengan jutaan penerbangan setiap tahun, sektor penerbangan menyumbang sekitar 2-3% dari total emisi karbon dioksida global, dan angka ini diprediksi akan meningkat seiring bertambahnya jumlah penumpang udara.

Krisis iklim menuntut perubahan besar — dan di sinilah biofuel serta Sustainable Aviation Fuel (SAF) hadir sebagai solusi. Bahan bakar ini dirancang untuk menggantikan bahan bakar fosil konvensional dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan, tanpa mengorbankan performa mesin jet.

Biofuel dan SAF bukan hanya inovasi teknologi, tetapi juga bagian dari revolusi energi global yang menandai transisi menuju masa depan penerbangan berkelanjutan (sustainable aviation).

Biofuel & Sustainable Aviation Fuel (SAF)

1. Apa Itu Biofuel dan Sustainable Aviation Fuel (SAF)?

Biofuel adalah bahan bakar cair yang dihasilkan dari bahan organik seperti tanaman, limbah pertanian, atau minyak nabati. Ketika digunakan untuk penerbangan, bahan bakar ini disebut Sustainable Aviation Fuel (SAF).

Berbeda dari bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi, SAF diproduksi melalui proses biologis atau kimiawi yang memanfaatkan karbon dari sumber hayati, sehingga menghasilkan siklus karbon yang lebih tertutup. Artinya, karbon dioksida yang dilepaskan selama pembakaran pesawat sebagian besar berasal dari karbon yang sebelumnya diserap tanaman selama proses fotosintesis.

Beberapa bahan baku yang umum digunakan untuk produksi SAF meliputi:

  • Minyak jelantah (used cooking oil).

  • Limbah pertanian (seperti batang jagung dan jerami).

  • Lemak hewan dan minyak nabati non-pangan.

  • Biomassa dari mikroalga.

  • Limbah padat perkotaan atau sisa industri makanan.

Dengan teknologi canggih, bahan-bahan ini diolah menjadi bahan bakar jet yang memenuhi standar internasional dan dapat digunakan langsung dalam mesin pesawat tanpa modifikasi — dikenal dengan istilah drop-in fuel.

2. Mengapa Dunia Butuh SAF?

Penerbangan adalah sektor yang paling sulit untuk didekarbonisasi karena beberapa alasan:

  1. Kebutuhan energi tinggi: Pesawat memerlukan bahan bakar dengan kepadatan energi tinggi untuk jarak jauh.

  2. Keterbatasan teknologi listrik: Baterai saat ini belum cukup ringan dan kuat untuk menggantikan bahan bakar jet pada penerbangan komersial jarak jauh.

  3. Infrastruktur yang kompleks: Bandara dan pesawat di seluruh dunia dirancang untuk sistem bahan bakar jet konvensional.

Di tengah keterbatasan itu, SAF menjadi solusi jangka menengah yang realistis. Berdasarkan studi dari International Air Transport Association (IATA), penggunaan SAF dapat mengurangi emisi karbon hingga 80% dibandingkan bahan bakar fosil.

Selain itu, SAF dapat digunakan langsung pada mesin jet yang ada tanpa perlu perubahan besar pada infrastruktur, menjadikannya pilihan paling efisien untuk mempercepat transisi menuju penerbangan hijau.

3. Jenis dan Teknologi Produksi SAF

Ada beberapa jalur produksi SAF yang diakui oleh lembaga sertifikasi internasional seperti ASTM (American Society for Testing and Materials). Masing-masing jalur memiliki bahan baku dan proses konversi yang berbeda. Berikut ini beberapa teknologi utama:

a. HEFA (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids)

Teknologi paling umum digunakan saat ini. SAF diproduksi dari minyak nabati, lemak hewan, atau minyak jelantah melalui proses hidrogenasi. HEFA SAF sudah digunakan oleh banyak maskapai besar dunia karena efisien dan telah disertifikasi untuk penggunaan hingga 50% campuran dengan Jet A-1.

b. FT-SPK (Fischer–Tropsch Synthetic Paraffinic Kerosene)

Menggunakan biomassa seperti kayu, limbah pertanian, atau bahkan limbah kota. Proses Fischer-Tropsch mengubah gas sintetik (syngas) menjadi bahan bakar cair. Metode ini dapat menghasilkan SAF dengan kualitas tinggi dan potensi skala besar.

c. ATJ (Alcohol-to-Jet)

Dalam metode ini, etanol atau isobutanol diubah menjadi bahan bakar jet melalui proses dehidrasi dan oligomerisasi. Bahan baku bisa berasal dari fermentasi tanaman atau limbah biomassa.

d. CHJ (Catalytic Hydrothermolysis Jet)

Teknologi baru yang meniru proses pembentukan minyak bumi alami, tetapi dilakukan secara cepat di bawah tekanan dan suhu tinggi dengan bahan baku minyak nabati.

e. Power-to-Liquid (PtL) atau e-Fuels

Ini adalah generasi masa depan SAF, di mana karbon dioksida dari udara dan hidrogen dari elektrolisis air digunakan untuk menghasilkan bahan bakar sintetis menggunakan energi terbarukan. Meskipun masih mahal, PtL dianggap solusi jangka panjang karena sepenuhnya bebas bahan baku biologis.

4. Pemain Utama dalam Industri SAF

Banyak perusahaan energi, maskapai, dan produsen pesawat kini berlomba mengembangkan dan menggunakan SAF sebagai bagian dari strategi keberlanjutan mereka.

a. Neste (Finlandia)

Perusahaan ini menjadi produsen SAF terbesar di dunia melalui produk Neste MY Sustainable Aviation Fuel. Mereka menggunakan minyak jelantah dan limbah industri makanan untuk menghasilkan SAF dengan emisi hingga 80% lebih rendah.

b. World Energy (AS)

Mengoperasikan kilang SAF di California dan menjadi pemasok utama bagi maskapai seperti United Airlines dan JetBlue.

c. TotalEnergies, Shell, dan BP

Ketiga raksasa energi ini mengalihkan sebagian besar investasi mereka ke produksi SAF, membangun kilang biofuel di Eropa dan Asia.

d. Boeing dan Airbus

Kedua produsen pesawat terbesar dunia mendukung penuh adopsi SAF. Airbus bahkan telah menguji penerbangan dengan 100% SAF menggunakan A350, sementara Boeing berkomitmen agar seluruh armadanya dapat menggunakan SAF sepenuhnya pada tahun 2030.

5. Maskapai dan Bandara yang Sudah Menggunakan SAF

Penggunaan SAF sudah bukan konsep masa depan — ia sudah menjadi kenyataan di berbagai bandara dunia.
Contohnya:

  • KLM dan Lufthansa menggunakan SAF secara rutin pada penerbangan komersial di Eropa.

  • United Airlines menjadi maskapai pertama di dunia yang melakukan penerbangan komersial dengan 100% SAF pada mesin salah satu sisi pesawat Boeing 737 MAX pada tahun 2021.

  • Japan Airlines, Qantas, dan Singapore Airlines telah memulai program penggunaan SAF untuk penerbangan jarak jauh.

Beberapa bandara seperti Los Angeles (LAX), Oslo (Norwegia), dan Heathrow (London) kini menyediakan infrastruktur khusus untuk penyimpanan dan distribusi SAF, sebagai langkah nyata menuju penerbangan karbon-netral.

6. Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari SAF

a. Dampak Lingkungan Positif
Dengan penggunaan SAF, sektor penerbangan dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan. Selain itu, SAF membantu mengurangi limbah karena banyak bahan bakunya berasal dari limbah organik dan minyak bekas, yang sebelumnya hanya menjadi polusi.

Penelitian menunjukkan bahwa jika 100% bahan bakar penerbangan diganti dengan SAF berbasis limbah, maka emisi global dari penerbangan dapat berkurang lebih dari 500 juta ton CO₂ per tahun.

b. Dampak Ekonomi dan Industri
Industri SAF membuka lapangan kerja baru dalam sektor energi hijau, pertanian, dan pengelolaan limbah. Negara yang memiliki potensi biomassa besar seperti Indonesia, Brasil, dan Malaysia berpeluang menjadi produsen SAF global.

Indonesia, misalnya, telah melakukan uji coba bioavtur dari minyak kelapa sawit (J2.4 dan J5) yang dikembangkan oleh Pertamina dan PT Dirgantara Indonesia. Ini menjadi langkah awal menuju kemandirian energi terbarukan di sektor penerbangan nasional.

7. Tantangan Produksi dan Adopsi SAF

Meskipun potensinya besar, SAF masih menghadapi sejumlah tantangan:

  1. Biaya Produksi Tinggi
    Harga SAF saat ini masih 2–5 kali lebih mahal daripada bahan bakar jet konvensional. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pasokan bahan baku dan teknologi produksi yang belum efisien.

  2. Ketersediaan Bahan Baku
    Kebutuhan global akan biomassa meningkat, sementara produksi pangan dan konservasi lahan juga penting. Diperlukan sistem berkelanjutan agar tidak terjadi kompetisi antara pangan dan energi.

  3. Kapasitas Produksi Terbatas
    Saat ini, produksi SAF global baru sekitar 0,1% dari total konsumsi bahan bakar penerbangan. Untuk mencapai target net-zero pada 2050, produksi harus meningkat ratusan kali lipat.

  4. Standar dan Sertifikasi
    Setiap jenis SAF harus melalui proses sertifikasi ketat agar aman digunakan pada mesin jet. Ini membutuhkan waktu dan biaya yang signifikan.

8. Upaya Global dan Kebijakan Pemerintah

Berbagai organisasi internasional telah mengambil langkah nyata untuk mempercepat adopsi SAF:

  • ICAO (International Civil Aviation Organization) mengeluarkan program CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) yang mewajibkan maskapai mengurangi emisi melalui SAF atau kompensasi karbon.

  • Uni Eropa melalui kebijakan ReFuelEU Aviation mewajibkan bandara menyediakan campuran SAF minimum 2% pada 2025 dan meningkat hingga 70% pada 2050.

  • AS meluncurkan inisiatif SAF Grand Challenge dengan target produksi 3 miliar galon SAF per tahun pada 2030.

  • Indonesia menyiapkan roadmap energi nasional untuk mendukung riset dan produksi bioavtur berbasis minyak nabati lokal.

9. Masa Depan SAF: Menuju Penerbangan Nol Emisi

Dengan kemajuan teknologi, biaya produksi SAF diperkirakan akan menurun drastis dalam 10–15 tahun ke depan. Selain itu, inovasi seperti bioteknologi mikroalga, rekayasa genetik tanaman energi, dan pembangkit listrik tenaga surya untuk e-fuels akan mempercepat transformasi industri ini.

Banyak ahli percaya bahwa SAF akan menjadi tulang punggung dekarbonisasi penerbangan global hingga teknologi listrik penuh atau hidrogen benar-benar matang. Kombinasi SAF, efisiensi mesin baru, dan manajemen udara yang lebih cerdas dapat membantu dunia mencapai net-zero aviation pada tahun 2050.

Penutup: Langkah Nyata Menuju Langit yang Lebih Hijau

Biofuel dan Sustainable Aviation Fuel bukan sekadar inovasi bahan bakar — mereka adalah simbol harapan dan komitmen manusia untuk memperbaiki hubungan dengan planet ini.

Melalui SAF, industri penerbangan membuktikan bahwa kemajuan teknologi tidak harus merusak lingkungan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, industri, peneliti, dan masyarakat, masa depan penerbangan dapat menjadi lebih bersih, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan.

Mungkin dalam beberapa dekade mendatang, ketika kita menaiki pesawat dan melintasi benua, bahan bakar yang menggerakkan mesin jet itu bukan lagi hasil dari minyak bumi jutaan tahun lalu — melainkan energi baru dari limbah dapur, ganggang laut, atau bahkan udara yang kita hirup hari ini.

Langit tetap luas, tetapi kini kita tahu bahwa untuk menjangkaunya, kita tak harus mengorbankan bumi.

This website uses cookies to ensure you get the best experience on our website. Learn more.